Sampah Plastik Kemasan Sekali Pakai Adalah Sebenar-Benarnya Sampah Kehidupan
Saya baru saja memulai membeli jus dengan membawa wadah sendiri. Ini adalah pedagang jus ketiga favorit saya yang saya lakukan pendekatan agar tidak menggunakan kemasan plastik. Dua pedagang jus favorit saya lainnya sudah terbiasa dengan kebiasaan saya membawa wadah sendiri untuk jus.
Butuh negosiasi yang agak alot dengan pedagang ketiga ini, karena secara volume jus pedagang ketiga ini lebih banyak diantara pedagang lainnya. Wadah yang saya bawa kala itu tidak cukup untuk takaran jusnya. Bahkan menganggap saya memiliki alergi terhadap plastk.
👨: "Gimana, ya, Mbak gamau plastik banget, nih?"
👧: "Iya, Mas. Kalau bisa, sih jangan"
👨: "Mbaknya alergi plastik, kah?"
👧: "Nggak, Mas, hehe. Cuman mau ngurangin sampah plastik aja"
Apa boleh buat, karena botol yang saya bawa tidak muat saya pun memutuskan untuk dibungkus plastik es. Minus, kresek dan sedotan plastik.
👧: "Maaf, ya, Mas. Saya ngeribetin"
👨: "Gapapa, Mbak. Saya baru mikir tadi, kalau diitung-itung saya lebih irit. Saya baru pertama ada pedagang bawa wadah sendiri soalnya. Ternyata bisa, ya ga dibungkus gitu, hehe"
Terlalu Banyak Hal yang Tidak Perlu Untuk Kita Terima
Pada akhirnya, saya menerima jus tersebut untuk dibungkus plastik es. Namun, saya menolak jenis kemasan pembungkus plastik sekali pakai lain seperti kresek dan juga sedotan.
Saya tidak membutuhkan kresek, karena telah membawa tas. Saya juga tidak membutuhkan sedotan plastik putih bengkok, karena saya punya sedotan stainless souvenir nikahan di rumah.
Lalu bagaimana dengan plastik es kemasan pembungkus jus? Plastik tersebut nantinya akan saya bersihkan, saya pilah bersama plastik bening sejenis lainnya dan setor ke bank sampah.
Hanya ini yang bisa saya lakukan. Setidaknya, saya telah berusaha agar plastik tersebut pada akhirnya bisa didaurulang dan memiliki nilai manfaat. Daripada tercampur aduk dengan sampah lain di tempat pembuangan, atau berterbangan tidak jelas dan menghambat saluran selokan.
Lagipula siapa, sih yang mau menggunakan kembali plastik kresek? Kalau dalam buku The Life-Changing of Tidying Up karya Marie Kondo, kebiasaan kita menimbun barang berawal dari kebiasaan menganggap bahwa barang tersebut akan bermanfaat nantinya. Padahal, nantinya itu juga nggak jelas kapan 😂
Hal ini pun sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Travis P. Wagner (2017), setiap tahun masyarakat dunia membuang 5 triliun sampah setiap tahunnya. Padahal, rata-rata penggunaannya hanya 12 menit sebelum akhirnya dibuang.
Saya pun akhirnya menyadari satu hal, dalam hidup ini kita terlalu banyak menerima hal yang sebenernya tidak perlu-perlu amat. Misalnya, informasi perihal isi tas selebriti, politikus yang joget-joget, hingga kemasan sekali pakai.
Agaknya, saya pribadi sudah terlalu lama tidak menyadari apa yang bisa saya kontrol dan tidak. Melalui gaya hidup minim sampah ini, saya lebih menyadari bahwa saya punya kontrol untuk menolak hal yang tidak penting dan menyadari kemampuan saya untuk membawa wadah sendiri
Comments
Post a Comment