Bertahan Hidup dengan Kipas Angin

Semasa kecil, saya suka berbicara di depan kipas angin. Walaupun Ibu saya sering melarang karena nanti masuk angin, berbicara di depan angin membuat suara saya unik seperti robot. Kelakuan saya itu sudah saya tinggal sejak lama. Namun, kembali lagi saya lakukan akhir-akhir ini saat usia saya 26 tahun.

Hubungan saya dengan kipas angin makin dekat. Tanpa kipas angin, kepala saya mudah pusing. Fokus saya mudah hilang, emosi tidak karuan dan seluruh badan keringetan-berkeringat. Kedekatan saya dengan kipas ini tidak hanya secara fungsional, tapi juga fisik. Semakin dekat tubuh saya di depan putaran baling-baling kipas angin, semakin terjaga hidup saya.


Suhu Bumi Berubah, Tapi Tidak dengan Pendingin Ruangan di Rumah

Tahun 2023 ini tahun yang boleh saya katakan tahun gila. Saya dan banyak orang di luar sana harus berhadapan dengan cuaca panas. Tidak hanya siang hari tapi pagi, malam hingga dini hari. Tengah malam, saya tiba-tiba terbangun karena sekujur badan berkeringat. Terkadang, saya bergerak mendekat ke kipas angin, mengganti mode power yang awalnya di angka 1 ke angka 2.

September 2023 lalu, sejarah suhu bumi tercipta. Selama 174 tahun terakhir, bulan September 2023 lalu adalah bulan September terpanas di bumi menurut National Oceanic and Atmospheric Administration. Bahkan menurut penelitian Carbon Brief, tahun 2023 ini adalah tahun yang 99% berpotensi menjadi tahun terpanas di bumi sepanjang sejarah. Dengan peningkatan suhu bumi sebsar 1,5 derajat Celcius.

Gambaran bertahan hidup di tengah cuaca panas dengan kipas angin. Sumber gambar: Dok. Pribadi


Suhu bumi mengalami peningkatan suhu, tapi sejak dahulu di rumah saya masih menggunakan kipas angin untuk mendinginkan ruangan. Bedanya, kipas di rumah saya jumlahnya makin banyak, yang dulunya satu atau dua sekarang sudah beranak menjadi 6 buah kipas angin :)

Banyak orang yang menanyakan dan dengan mudah meyarankan kepada saya dan keluarga untuk mengganti ke AC. Namun, bukan hal yang mudah bagi saya dan keluarga untuk mengganti kipas angin ke alat elektronik yang dianggap lebih ampuh mendinginkan ruangan yakni  AC. Ada beragam pertimbangan yang tidak hanya sekedar biaya listrik dan biaya pemasangan AC. Dua diantaranya  adalah soal efisiensi energi dan kepercayaan.

Saya hanya tinggal bersama ibu, adapun kedua kakak dan keluarganya hanya datang sesekali. Saat saya berdiskusi dengan ibu perihal perlu tidak memasang AC di cuaca panas seperti ini, ibu saya cuman menjawab "Tidak usah, mubadzir. Kita hanya dua orang. Kecuali kalau perkantoran, yang banyak orang dan sedang berkegiatan untuk produktivitasnya. Kamu kan cuman tidur dan leyeh-leyeh kalau di rumah". "Iya juga" jawab dalam benak saya.

Sejak kecil keluarga saya juga percaya bahwa udara alami lebih baik dari udara buatan. Alm. bapak senang memelihara tumbuhan, "agar hijau dan sejuk" ujarnya. Namun setelah saya lihat pola tanaman apa yang ia bawa ke rumah dan ia rawat, kebanyakan tanamannya adalah tanaman yang punya manfaat menyerap polutan. Seperti, Sri Rejeki, Lidah Buaya, dan Palem Jari

Akhirnya alasan-alasan yang bagi saya juga mempengaruhi lingkungan ini membuat saya terselamatkan dari potensi kepala pusing dan mental health terguncang karena biaya listrik dan perawatan AC yang saya yakin tidak akan murah :)))))))))))))

Selama 26 tahun hidup di kota yang terkenal panas ini, saya masih mempercayai kipas angin masih bisa membantu mengatasi hawa panas. Namun entah tahun depan atau beberapa tahun lagi. Entah bagaimana suhu bumi nantinya, saya masih berharap bahwa sebab-sebab yang membuat laju panas bumi makin tinggi ini masih bisa diatasi. Baik melalui perubahan gaya hidup secara individual, komunal, kolaborasi, kesepakatan hingga kebijakan yang bersifat nasional hingga internasional💚




Comments

Popular posts from this blog

Eveline Anuriyadin, Bocah SMP Pengelola Puluhan Ton Sampah Organik

Sampah Kemasan Sekali Pakai Berserakan di Lapangan Kodam Surabaya, Area TNI, lho Ini!

Coffe Shop yang Menarik Perhatian Para Pemulung