Belajar Komunikasi dan Negosisasi Bareng Pedagang Gara-Gara Bawa Wadah Sendiri

Memberanikan diri untuk mengutarakan keinginan dan pendapat bukan lah hal mudah. Sejak kecil, saya terkenal dengan pribadi pemalu dan pendiam. Tidak berani berbicara dengan orang asing, tapi jingkrak-jingkrak di depan TV saat melihat pertandingan bulu tangkis.

Seiring berjalannya waktu, identitas pemalu dan pendiam itu pudar. Saya tak lagi ragu dan takut untuk mengutarakan keinginan atau pendapat bahkan kepada orang yang belum saya kenal. Bagaimana caranya? saya menganggap orang yang saya ajak bicara nantinya bukan lah lawan, tapi sebagai manusia yang punya cerita untuk dibagikan.

Wadah Makanan: Media Belajar Komunikasi dan Negosiasi
Memang, tidak serta merta setiap orang akan langsung cerita membagikan segala pendapatnya saat pertama kali bertemu. Namun perlahan, interaksi yang awalnya hanya di permukaan mampu berjalan secara dua arah. Makin hidup dan makin menemukan banyak hal yang mampu memperkaya perspektif , asek.




Hal ini saya rasakan saat pertama kali membawa wadah sendiri saat membeli nasi goreng ke salah satu pedagang, untuk mengganti kemasan kertas bungkus cokelat. Selama ini, saat akan memesan makanan atau minuman, interaksi antara saya dan pedagang hanya sebatas,

👧: "Pak, nasi goreng satu, ya. Nggak pakai saos, sawinya dibanyakin"
💁: "Oke"

Namun pola interaksi itu berubah ketika saya membawa wadah sendiri
👧: "Pak, nasi goreng satu, ya. Nggak pakai saos, sawinya dibanyakin. Tolong taruh di sini aja, ya. Cukup, kan?"
💁: "Cukup, sih. Cuman takut tumpah. Aman, ya?"
👧: "Aman, Pak"

Obrolan kami pun makin berkembang, dari yang awalnya satu dua kalimat tanya menjadi tiga sampai empat kalimat. Saat saya kembali membeli nasi goreng dengan membawa wadah sendiri di lain hari, obrolan kami makin berkembang. Selain itu, ada pola interaksi negosiasi yang muncul dalam obrolan kami. Dengan adanya negosiasi ini, tujuan saya untuk mengurangi kemasan sekali pakai bisa disesuaikan dengan tujuan pedagang nasi goreng dalam melayani dan menyajikan makanan.

Beliau semakin mengenal saya, begitu pun sebaliknya. Saya dikenal sebagai satu-satunya pembeli yang membawa wadah sendiri untuk membungkus pesanan. Personal branding saya di mata Bapak penjual nasi goreng  memiliki manfaat. Dilansir dari laman Unair.ac, manfaat membangun citra personal antara lain, bisa membangun kepercayaan diri, menambah relasi dan informasi.

Saya yang dulu dikenal pemalu dan pendiam makin merasa percaya diri karena berani mengungkapkan pendapat dan keinginan. Saya juga merasa senang bisa menambah relasi, bisa saja di masa depan saya memesan dalam jumlah banyak dan dapat diskonan, HAHA. Dan terakhir, manfaat menambah informasi karena adanya pertukaran informasi dari setiap obrolam.

Informasi yang saya dapat makin bertambah saat saya bertemu beliau. Salah satunya adalah informasi perihal biaya kemasan makanan. 

👧: "Pak, sudah?"
💁: "Sudah dong, ada bonus ayam suwirnya, ya!"

Saat saya bertanya, kenapa diberi bonus, Pak? beliau menjawab
"Karena saya nggak mengeluarkan biaya untuk membungkus. Sebagai ganti kertas bungkus, karet dan kresek, ya itu saya tambahin. Seadanya, ya"

Ternyata, walaupun sudah resiko menjadi pedagang makanan. Masalah kemasan adalah tanggung jawab selanjutnya selain soal rasa makanan. Kelihatannya memang sepele, tapi dari kemasan ini lah akan tercipta kesan "niat" dari pembeli. "Saya nggak mau pakai kresek hitem biasa yang murah, soalnya gampang jebol"

Saya mendapat perspektif baru, dan semakin yakin bahwa setiap orang berhak bercerita dan didengarkan. Begitu pun kamu, Gen kalau kamu ingin mengasah skill komunikasi dan negosiasi coba beli makanan dan minuman pakai wadah sendiri. Walaupun aksi ini bertujuan untuk mengurangi sampah kemasan plastik sekali pakai, aksi ini juga setidaknya mengurasi rasa ragu dan takutmu dalam mengutarakan pendapat atau keinginan. Coba, deh :)





Comments

Popular posts from this blog

Sampah Kemasan Sekali Pakai Berserakan di Lapangan Kodam Surabaya, Area TNI, lho Ini!

Belajar Membaca Penting Untuk Kesehatan Mental Anak, Berikut Cara Belajar Membaca yang Tepat Versi Kumon

Eveline Anuriyadin, Bocah SMP Pengelola Puluhan Ton Sampah Organik