Sampah Residu: Sampah yang Paling Ribet Bahkan Nggak Bisa Didaur Ulang!
Sebelum ikut kelas Belajar Zero Waste, saya hanya mengenal dua jenis sampah, yakni sampah anorganik dan sampah organik. Keterangan sampah organik dan anorganik sering saya temui di tempat sampah terpilah yang biasa ada di tempat umum. Padahal, berbicara soal sampah tidak hanya soal fasilitas atau tempat sampah aja. Sampah adalah sisa konsumsi yang kita hasilkan.
Karena di kelas Belajar Zero Waste lebih menekankan kata sisa konsumsi dibanding sampah, saya pun akhirnya menyadari bahwa salah satu jenis sampah yang banyak saya hasilkan adalah sampah residu. Sisa konsumsi residu ini jarang, bahkan luput saya perhatikan. Kalau kalian gimana Gen? Sudahkah kalian mengenal tentang sampah residu?
Mengenal Apa Itu Sampah Residu
Menurut berbagai laman instansi pemerintahan salah satunya laman Pemerintah Kota Surakarta, jenis sampah berdasarkan sifatnya terbagi menjadi tiga, yakni sampah organik, anorganik dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Padahal ada satu jenis sampah lagi yang keberadaannya juga memprihatinkan tapi jarang dianggap, jenis sampah itu adalah sampah residu.
Sampah residu adalah sampah yang tidak termasuk dalam tiga jenis sampah yang telah disebutkan sebelumnya. Namun bila dikerucutkan kembali, sampah residu adalah sampah yang secara potensi daur ulang terhitung sangat sulit bahkan tidak bisa didaur ulang. Oleh sebab itu, banyak bank sampah tidak bisa menerima sisa konsumsi yang berpotensi menjadi sampah residu ini.
Saat saya pertama kali ke Bank Sampah Induk Surabaya untuk survei, saya menemui fakta bahwa ada banyak jenis sampah yang tidak bisa diterima. Seperti sampah kemasan mika, label kemasan botol plastik hingga pembalut dan popok. Sehingga, sampah ini bisa disebut sebagai sampah residu. Alasannya? Ada beragam:
1. Karena sampah-sampah tersebut sulit untuk didaur ulang. Masih belum banyak perusahaan daur ulang yang bisa mendaur ulang sampah-sampah tersebut.
2. Ada beberapa bahan yang tidak bisa dipisah secara mudah. Sehingga memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk memilahnya.
3. Terdapat bahan dari campuran bahan kimia dan plastik yang rumit dan berpotensi membahayakan karena telah mengandung kuman dan bakteri. Misalnya popok, bahan popok tidak hanya plastik ada juga campuran bahan kimia yang rumit dan membutuhkan banyak waktu untuk memilah. Belum lagi sampah popok telah terkontaminasi kuman dan bakteri.
Beberapa contoh sampah residu yang telah banyak mencemari. Sumber foto: Dok. Pribadi |
Sampah Residu: Jarang Dianggap Penting Padahal Makin Genting2
Presentase sampah yang berhasil didaur ulang di Indonesia masih rendah. Menurut penelitian SWI (Suistainable Waste Indonesia) dan Indonesian Plastic Recylers (IPR) dilansir dari Mongabay, produksi limbah kemasan plastik di beberapa kota di Pulau Jawa sekitar 189.000 ton. Namun hanya 11,83 persen atau 22.000 ton saja yang berhasil didaur ulang. Itu baru sampah plastik (anorganik), lalu bagaimana dengan sampah residu yang sulit bahkan tidak bisa didaur ulang?
Sejauh ini, sampah residu yang sangat sulit diolah ini berakhir di TPA atau bahkan masih bergentayangan di sungai, got hingga laut. Sampah residu belum mendapat perhatian tersendiri, karena dianggap tidak dapat didaur ulang (ada semacam pemikiran bahwa tidak bisa didaur ulang=tidak cuan, hehe).
Padahal, jumlah saampah residu makin banyak dan terus bertambah. Kita bisa melihat di beberapa TPA di Indonesia menerapkan aturan hanya menerima sampah residu, seperti di TPA Klekung, Kota Batu. Sampah residu adalah sampah yang tidak bisa didaur ulang baik di bank sampah atau didaur ulang secara mandiri, solusinya, ya ditimbun di TPA, aja, hehe (sebuah solusi praktis, tapi tidak benar-benar solutif, haha!)
Gen bisa membayangkan, kalau setiap hari sampah residu itu datang. Menambah volume gunungan sampah di TPA, yang bahkan sebelumnya masih banyak sampah yang tercampur aduk di sana. Sampah residu yang awalnya ada di depan mata, hanya berpindah dan berakhir menjadi gunung sampah (Bukan Gunung Arjuno atau Gunung Bromo ðŸ˜)
Apalagi di Indonesia, sampah residu berkaitan erat dengan produk sekali pakai yang dianggap efektif dan efisien. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk sekali pakai itu, gaya hidup praktis jadi salah satu faktor kuat yang menyebabkan banyaknya sampah produk sekali pakai. Contohnya, popok bayi yang kalau sudah habis dipakai bahkan masih bau tinggal masuk plastik kresek terus dibuang, deh (JANGAN DICONTOH! ini bisa mencemari air~)
Karena potensi daur ulangnya sulit bahkan nggak bisa, cara paling mudahnya adalah refuse!
Sebelum Reduce, Reuce dan Recycle ada satu cara, nih untuk mengurangi sampah yakni Refuse alias menolak untuk menggunakan barang atau bahan yang punya potensi menjadi sampah residu!
Tunggu artikel selanjutnya tentang cara nolak produk sekali pakai yang punya potensi jadi sampah residu, ya, Gen!
Comments
Post a Comment