Apakah Cuaca Panas Akhir-Akhir ini Karena Dosa Kita Makin Banyak?

Semua Berawal Dari “Banyak Dosa”

Panas! Entah berapa kali sudah, kata itu keluar dari mulut saya selama satu hari. Ibu saya sampai kesal mendengar saya mengeluh soal cuaca panas. Apalagi, kalimat yang menggambarkan tidak betahnya saya dengan cuaca panas keluar dengan nada yang cukup tinggi. 


Gara-gara saya terus-terusan berkeluh cuaca panas, Ibu saya pun bersabda “Panas-panas aja kamu ini, kakean duso iku!-kebanyakan dosa itu-.” Tak terhitung sudah berapa kali, saya diberi label banyak dosa oleh Ibu saya. Namun, gara-gara label “banyak dosa”, saya akhirnya mencari. Apakah benar karena dosa saya bertambah, saya merasakan hawa yang sangat panas ini?


Apakah kamu pernah mendapat perkataan yang sama Gen? Dianggap banyak dosa karena sering mengeluh panas dan gerah? wkwk


Cuaca Panas dan Perubahan Iklim, Punya Hubungan Tapi Tidak Diakui


Ternyata, hawa panas itu tidak hanya saya seorang yang merasakan. Hampir semua orang yang saya temui di Kota Surabaya mengeluh kepanasan. Apakah ibu saya berhak menyematkan label banyak dosa kepada semua orang di Surabaya? Hehe.


Hingga akhirnya, ada salah satu tetangga baru asal Kabupaten Garut menanyakan, "Apa Surabaya dari dulu panas begini, Mbak?", "Engga, dulu tidak sepanas ini" jawab saya sambil mengingat-ingat bagaimana dulu saat SD, SMP hingga saat kuliah saya menghadapi cuaca panas di Kota Surabaya.


Surabaya memang panas, bahkan identik dengan sebutan kota panas. Namun jika ditarik ke belakang, saat masih gemar keliling kampung ke kampung menggunakan sepeda berboncengan saat SD, atau terbiasa pulang sekolah jalan kaki atau angkot saat SMP. Hingga saat SMA sering latihan ekstrakulikuler di lapangan terbuka, saya tak pernah sebegininya mengeluh soal cuaca.

Panasnya cuaca bikin males beraktivitas di luar rumah :"). Sumber foto: Photo by Andrea Piacquadio: https://www.pexels.com/photo/woman-walking-on-pathway-under-the-sun-3779751/



Saya ingat betul kalau panasnya Kota Surabaya tidak semenyengat dan seterik akhir-akhir ini. Saya merasakan perubahan cuaca panas yang sampai bikin emosi dan badan cepat berkeringat (padahal nggak ngapa-ngapain, LOL, wkkw) sekitar awal tahun 2020. Panasnya Surabaya membuat diri cepat lelah dan cepat membuat mata berkunang-kunang, hehe.


Secara geografis, Surabaya mempunyai dua iklim yakni iklim tropis dan iklim pantai. Sehingga wajar kalau jenis cuaca di Surabaya adalah panas kering. Namun, menurut riset jurnal Persepsi Masyarakat Terkait Kenyamanan Termal di Pemukiman Padat (Non-AC) Kecamatan Dukuh Pakis Kota Surabaya, pada tahun 2016 Kota Surabaya tingkat temperaturnya melebihi batas normal. Suhu nyaman termal bagi masyarakat seharusnya berada di kisaran 15-25 derajat Celcius dengan presentase kelembapan 70%. Namun pada tahun 2016 suhu meningkat menjadi 23,2-35,3 derajat Celcius dengan kelembapan 95%


Hal ini pun sejalan dengan keterangan dari data yang dihimpun sejak tahun 1981-2018 oleh BMKG, Indonesia juga mengalami kenaikan suhu sebesar 0,03 derajat Celcius setiap tahunnya. Di level global sendiri, menurut data yang dirilis oleh Climate Gov pada tahun 2022 lalu tercatat sebagai tahun terpanas dengan urutan keenam yang pernah bumi rasakan. Dan menurut World Meteorological Organizatin alias BMKG-nya dunia, selama lima tahun kedepan bumi kemungkinan mengalami kenaikan suhu panas sebesar 1,5 derajat Celcius.

Kemungkinan meningkatnya suhu panas yang masih terjadi selama lima tahun ke depan yang diprediksi WMO ini merupakan perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas gas rumah kaca dan fenomena alam El Nino. Dari sini, kita bisa sejenak menyimpulkan, ya Gen. Bahwa perubahan iklim terjadi bukan hanya karena fenomena alam, tapi juga aktivitas gas rumah kaca yang dilakukan oleh manusia. 

Enak, aja nyalahin alam mulu, wkwk. Emang, sih manusia tempatnya salah dan dosa. Namun, hanya karena kita punya potensi pasti melakukan kesalahan dan dosa jadi nggak sadar diri gitu, dong, wkwk.

Namun, ini memang terbukti bahwa bagi masyarakat Indonesia sendiri, cuaca panas akhir-akhir ini masih dianggap sebagai fenomena alam. Bahkan, sebesar 18 persen, masyarakat Indonesia menyangkal perubahan iklim terjadi akibat ulah manusia menurut riset Remotivi.

Apakah peningkatan suhu termal di kota Surabaya, di Indonesia dan di seluruh dunia secara keseluruhan ini jadi pertanda bahwa dosa manusia makin banyak alias mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan suhu panas? Dosa apakah yang kita lakukan hingga berdampak pada suhu bumi? Penebangan pohon? Buang sampah sembarangan?





Comments

Popular posts from this blog

Eveline Anuriyadin, Bocah SMP Pengelola Puluhan Ton Sampah Organik

Sampah Kemasan Sekali Pakai Berserakan di Lapangan Kodam Surabaya, Area TNI, lho Ini!

Coffe Shop yang Menarik Perhatian Para Pemulung